Sabtu, 19 Desember 2009

Produksi Paraxylene dan Terephthalic Acid

Xylene adalah hidrokarbon aromatik yang terdiri dari benzen yang berikatan dengan dua metil dan dapat diproduksi melalui reformasi katalitik naphta. Reformasi katalitik naphta menghasilkan campuran xylene yang terdiri dari paraxylene (p-xylene), ortoxylene (o-xylene), metaxylene (m-xylene), dan ethylbenzene. P-xylene adalah isomer yang bernilai jual paling tinggi karena dapat digunakan sebagai bahan baku pada produksi terephthalic acid pada pabrik polyester.

Masalah utama dari pemisahan p-xylene dari m-xylene dan o-xylene ialah dekatnya nilai titik didih ketiga senyawa tersebut yang menyebabkan sulitnya dilakukan distilasi sebagai metode pemisahan. Saat ini telah banyak berkembang teknik untuk memisahkan p-xylene dari kedua isomernya dan sejarah perkembangan teknik pemisahan tersebut diawali dengan kristalisasi. Teknik pemisahan melalui kristalisasi memiliki beberapa kekurangan yaitu hanya dapat dilakukan pada skala yang kecil dan reliabilitas alat-alat yang digunakan rendah. Teknik pemisahan lain yang berkembang ialah adsorpsi selektif. Saat ini, 90% produksi p-xylene dunia menggunakan teknik adsorpsi selektif.


Pemisahan Paraxylene
Kristalisasi
CrystPXsm menerapkan teknik kristalisasi 2 tahap dan merupakan hasil pengembangan teknologi awal pemishan p-xylene dengan kristalisasi. Umpan yang berupa campuran xylene dialirkan ke kristalisator tahap pertama. Pada kristalisator tahap pertama terjadi penurunan temperatur sehingga p-xylene yang memiliki titik beku tertinggi membentuk kristal, sedangkan isomer lainnya tetap berfasa cair. Campuran cairan dan kristal tersebut kemudian dialirkan ke sentrifugator sehingga terjadi pengendapan kristal p-xylene membentuk slurry.
Cairan yang terdiri dari o-xylene dan m-xylene dialirkan ke isomerator untuk menghasilkan lebih banyak p-xylene, sedangkan slurry dialirkan ke kolom pelelehan. Pada kolom pelelehan, terjadi pemanasan sehingga kristal p-xylene meleleh. Kemudian, lelehan dialirkan ke kristalisator tahap kedua. Pada kristalisator tersebut kembali terjadi kristalisasi p-xylene. Setelah itu, campuran cairan dan kristal dialirkan ke sentrifugator dan kemudian slurry dialirkan ke bejana pelelehan. Beberapa perusahaan pengembang sejenis ialah BEFS Prokem, Raytheon, BP, Sulzer, dan Axens.
Adsorpsi selektif
Pada proses adsorpsi, p-xylene dan isomer-isomernya dialirkan ke bejana unggun tetap yang berisi molecular sieves yang secara selektif hanya mengadsorpsi p-xylene, sedangkan isomer-isomer lainnya tidak teradsorp dan dialirkan keluar dari bejana adsorpsi. Pelarut yang dapat diregenerasi dialirkan ke bejana adsorpsi dan berfungsi untuk melarutkan p-xylene yang telah teradsorp pada molecular sieves. Setelah proses adsorpsi, pelarut dipisahkan dari p-xylene dengan cara distilasi. Rafinat yang terdiri dari m-xylene dan o-xylene diisomerisasi untuk menghasilkan lebih banyak p-xylene. Teknik pemisahan p-xylene dari isomer-isomer xylene lainnya melalui proses adsorpsi selektif telah dikembangkan oleh Axen’s Eluxyl dan UOP’s Parex.
Paraxylene di Pertamina Indonesia
Paraxylene adalah senyawa hidrokarbon aromatic yang dihasilkan dari proses aromatisasi dari heavy naptha dalam unit platformer yang kemudian dipisahkan untuk memproduksi benzene dengan ekstraksi dan paraxylene dengan absorpsi. Paraxylene digunakan sebagai bahan baku untuk memproduksi PTA (pure terephthalic acid). Paraxylene di PERTAMINA dihasilkan oleh Kilang Paraxylene PERTAMINA UP IV Cilacap. Kapasitas produksi kilang tersebut ialah 270.000 ton/tahun. Kilang Paraxylene Cilacap didirikan pada tahun 1988 dan mulai beroperasi setelah diresmikan oleh Presiden pada tanggal 20 Desember 1990. Kapasitas total kilang ini adalah 590.000 ton/tahun dengan range produksi: paraxylene, benzene, LPG, raffinate, heavy aromate dan fuel gas/excess. Paraxylene adalah bahan baku untuk Plaju Aromatic Center dan dipasarkan untuk keperluan ekspor.
PERTAMINA ialah produsen PTA pertama di Indonesia dan sejak tahun 1986 telah memproduksi PTA di Kilang PERTAMINA UP III Plaju. Proses produksi dilaksanakan di Unit Terepthalic Acid melalui reaksi oksidasi paraxylene dengan udara yang dilanjutkan dengan reaksi hidrogenasi. Bentuk fisik PTA ialah bubuk/kristal putih yang tidak larut dalam air, chloroform, ether, dan asam asetat. PTA larut dalam alkohol dan alkali (NaOH, KOH), memiiki berat molekul 166.10, dan mudah terbakar.
Kapasitas produk PTA di PERTAMINA UP III Plaju ialah 225.000 ton/tahun. Kegunaan PTA antara lain ialah sebagai bahan baku utama pembuatan serat benang polyester untuk industri tekstil, bahan baku polyester chip, dan bahan baku polyester fibre yang kemudian digunakan sebagai bahan baku tekstil, ban, seatbelts, reinforcement, dan jaket tahan panas. PTA dapat juga digunakan untuk pembuatan botol PET (polyethylene terephthalate), PET film, dan juga polyester filament untuk bahan baku benang polyester.

source : majari magz

Selasa, 15 September 2009

Hydrocracking Process

Hydrocracking merupakan suatu proses yang mengkonversi umpan menjadi produk yang lebih ringan dengan bantuan katalis dan gas hidrogen. Selain itu hydrocracking dapat didefinisikan sebagai proses produksi fraksi-fraksi ringan berkualitas tinggi dari minyak berat dengan bantuan hidrogen.
Proses hydrocracking (unicracking) memiliki aplikasi yang cukup luas antara lain untuk konversi :

- Naphtha ==> propane dan butane (LPG)
- Kerosene ==> naphtha
- Straight run diesel ==> naphtha
– jet fuel - Atm. gas oil ==> naphtha, jet fuel, distillates
- Natural gas condensate ==> naphtha
- Vacuum gas oil ==> naphtha, jet fuel, distillates, lube oil
- Deasphalted/Demetalized oil ==> naphtha, jet fuel, distillates, lube oil
- Cat. cracked light cycle oil ==> naphtha
- Cat. cracked heavy cycle oil ==> naphtha, distillates
- Coker distillates ==> naphtha
- Coker heavy gas oil ==> naphtha, distillates

Semua aplikasi ini secara umum memiliki kesamaan kondisi operasi yaitu :
- Mengkonsumsi hidrogen
- Beroperasi pada tekanan tinggi (100 – 200 kg/cm2)
- Beroperasi pada temperatur tinggi (300 – 450 oC)
- Secara keseluruhan, reaksi adalah eksotermik - Menggunakan katalis

I. TEORI HYDROCRACKING
Hydrocracking merupakan proses yang dikembangkan oleh Universal Oil Product (UOP) untuk merengkahkan minyak fraksi berat menjadi fraksi yang lebih ringan dan bernilai ekonomi tinggi secara katalitik. Pada umumnya umpan proses hydrocracking adalah heavy atmospheric gas oil, heavy vacuum gas oil, atau cracked gas oil (catalytic maupun thermal). Umpan ini kemudian dikonversikan menjadi produk dengan berat molekul lebih rendah (pada umumnya naphtha atau middle distillates). Bersamaan dengan terjadinya reaksi perengkahan, terjadi pula reaksi hydrotreating yaitu reaksi untuk menghilangkan senyawa sulfur, nitrogen, oksigen dan penjenuhan olefin.

Berdasarkan penjelasan di atas, reaksi-reaksi yang terjadi dalam proses konversi dapat dibeadakan menjadi dua, yaitu :
- Hydrotreating : penghilangan senyawa nitrogen, oksigen, sulfur, logam, halidan
penjenuhan olefin dan aromatik
- Hydrocracking : perengkahan parafin, naphthene, aromatik

Reaksi hydrotreating terjadi pada metal site katalis sedangkan reaksi hydrocracking terjadi pada acid site katalis. Reaksi hydrotreating memiliki laju reaksi yang lebih cepat dari reaksi hydrocracking.
1.1. Reaksi Penghilangan Sulfur
Senyawa sulfur yang terdapat dalam umpan biasanya berbentuk merkaptan, sulfida,
disulfida, sulfida siklik dan thiophene. Senyawa-senyawa tersebut mengalami
hidrogenasi dan sulfur terkonversi menjadi H2S.
1.2. Reaksi Penghilangan Nitrogen
Senyawa-senyawa nitrogen yang terdapat dalam umpan biasanya berupa pyridine,
quinoline dan pyrrole. Reaksi denitrogenasi lebih sulit daripada reaksi
desulfurisasi. Reaksi denitrogenasi diawali dengan penjenuhan ikatan aromatik
kemudian pemutusan rantai kemudian diakhiri dengan denitrogenasi. Dari proses
denitrogenasi ini dihasilkan ammonia.
1.3. Reaksi Penghilangan Oksigen
Senyawa oksigen organik dihilangkan dengan reaksi hidrogenasi ikatan hidroksil
karbon dan menghasilkan air.
1.4. Reaksi Penjenuhan Olefin
Penjenuhan olefin berlangsung sangat cepat dan menghasilkan panas reaksi yang
besar.
1.5. Reaksi Penghilangan Logam
Pada dasarnya mekanisme dekomposisi senyawa organometalik tidak diketahui dengan
pasti. Walaupun demikian diketahui bahwa logam yang terdekomposisi akan
tertinggal di permukaan katalis.
1.6. Reaksi Penjenuhan Aromatik
Reaksi penjenuhan senyawa aromatik paling sulit dilakukan karena keterbatasan
kesetimbangan. Reaksi ini menghasilkan panas yang sangat besar.
1.7. Reaksi Penghilangan Senyawa Halida
Senyawa halida organik terdekomposisi dan membentuk garam ammonium halida. Garam
tersebut kemudian dilarutkan dengan injeksi wash water.
1.8. Reaksi Hydrocracking
Reaksi hydrocracking dari parafin, naphthene dan aromatik dapat dibagi menjadi
tahap pembentukan olefin di pusat metal katalis, kemudian pembentukan dan
perengkahan ion karbonium serta hidrogenasi pada pusat acid katalis.

II. KATALIS
Katalis adalah substansi yang mempercepat laju reaksi dengan cara menurunkan energi aktivasi reaksi tersebut tanpa ikut bereaksi. Kemampuan atau kinerja katalis dapat diukur dari aktivitas, selektivitas, stabilitas dan kualitas produk yang dihasilkan. Aktivitas merupakan ukuran terhadap tingkat konversi umpan, yang diukur dengan temperatur bed katalis. Selektivitas merupakan ukuran kemampuan katalis untuk menghasilkan produk yang diinginkan, biasanya dinyatakan dalam %-yield (perolehan). Kinerja katalis ini dapat ditingkatkan dengan mengatur kondisi operasi antara lain meningkatkan tekanan parsial hidrogen, menaikkan combined feed ratio, endpoint produk yang lebih tinggi dan LHSV yang rendah.

Kamis, 06 Agustus 2009

Komposisi Minyak Bumi

Hidrogen (H) dan Karbon (C) merupakan komponen terbesar yang terdapat dalam minyak bumi dan sering disebut dengan senyawa Hidrokarbon. Komponen yang lebih kecil jumlahnya disebut dengan senyawa non hidrokarbon seperti : Belerang, Oksigen, Nitrogen, dan Logam.

A. Senyawa Hidrokarbon
Senyawa Hidrokarbon merupakan senyawa yang tersusun atas unsur Hidrogen (H) dan Carbon (C). Menurut A. Hardjono tahun 2006, walaupun senyawa hidrokarbon yang terdapat dalam minyak bumi sangat banyak jumlahnya, namun senyawa tersebut dapat dikelompokkan ke dalam tiga golongan senyawa hidrokarbon, yaitu senyawa hidrokarbon parafin, naften dan aromatis. Di samping senyawa-senyawa tersebut, dalam produk minyak bumi juga terdapat senyawa hidrokarbon olefin dan diolefin, yang terjadi karena rengkahan dalam proses pengolahan minyak bumi dalam kilang, misalnya pada distilasi minyak mentah dan proses perengkahan.
1. Senyawa Hidrokarbon Parafin (CnH2n+2)
Senyawa hidrokarbon parafin adalah senyawa hidrokarbon jenuh dengan rumus umum CnH2n+2. Senyawa ini mempunyai sifat-sifat kimia stabil pada suhu biasa, tidak bereaksi dengan asam sulfat pekat dan asam sulfat berasap, larutan alkali pekat asam nitrat maupun oksidator kuat seperti asam khromat, kecuali senyawa yang mempunyai atom karbon tersier. Bereaksi lambat dengan khlor dengan bantuan sinar matahari; bereaksi dengan khlor dan brom kalau ada katalis. Merupakan gugus alkana, contoh :
n-hexane (C6H14)
Iso parafin
Golongan ini merupakan golongan rantai bercabang dan merupakan komponen yang paling di inginkan dalam jumlah besar, komponen ini biasanya terbentuk oleh reaksi hidrocracking atau alkilasi dan isomerisasi  
Senyawa hidrokarbon parafin sampai dengan empat buah atom karbon, pada suhu kamar dan tekanan atmosfir berupa gas. Metan dan etan terutama terdapat dalam gas alam, sedangkan propan, butan dan i-butan merupakan komponen utama elpiji. Senyawa hidrokarbon parafin dengan lima sampai enam belas buah atom karbon pada suhu kamar dan tekanan atmosfir berupa cairan, dan terdapat dalam fraksi nafta, bensin, kerosin, solar, minyak diesel dan minyak bakar. Senyawa hidrokarbon parafin dengan lebih dari enam belas buah atom karbon, pada suhu kamar dan tekanan atmosfir berupa zat padat dan terutama terdapat dalam malam parafin.
2. Senyawa hidrokarbon naften
Senyawa hidrokarbon naften adalah senyawa hidrokarbon jenuh dengan rumus umum CnH2n. Karena senyawa hidrokarbon ini mempunyai sifat kimia seperti senyawa hidrokarbon paraffin dan mempunyai struktur molekul siklis, maka senyawa ini juga disebut senyawa sikloparafin. Senyawa hidrokarbon naften yang terdapat dalam minyak bumi ialah siklopentan dan sikloheksan, yang terdapat dalam fraksi nafta dan fraksi minyak bumi dengan titik didih lebih tinggi. Struktur molekul siklopentana dan sikloheksana sebagai berikut :
3. Senyawa hidrokarbon aromatis
Senyawa hidrokarbon aromatis adalah senyawa hidrokarbon tidak jenuh dengan rumus umum CnH2n-6. Senyawa ini sangat reaktif, mudah dioksidasi dengan asam, dapat mengalami reaksi substitusi atau reaksi adisi tergantung kepada kondisi reaksi. Hanya sedikit sekali minyak mentah yang mengandung senyawa aromatis dengan titik didih rendah seperti : benzene (C6H6) dan toluene (C6H5CH3).
4. Senyawa hidrokarbon Olefin (CnH2n)
Senyawa hidrokarbon olefin mempunyai rumus umum CnH2n dan merupakan senyawa hidrokarbon yang tidak jenuh dengan sebuah ikatan rangkap dua. Olefin dianggap tidak terdapat dalam minyak mentah, tetapi sedikit banyak terbentuk dalam distilasi minyak mentah dan banyak terbentuk dalam proses rengkahan, sehingga bensin rengkahan mengandung banyak senyawa olefin. Karena mempunyai ikatan rangkap, maka senyawa olefin adalah reaktif, sehingga banyak digunakan sebagai bahan dasar utama dalam industri petrokimia, seperti etilen (C2H4) dan propilen (C3H6).
Contoh :
a. Etilen (C2H4)
H2C ══ CH2
b. Propilen (C3H6)
H2C ══ CH ─ CH3
5. Senyawa Hidrokarbon Diolefin (CnH2n-2)
Senyawa hidrokarbon diolefin mempunyai rumus umum CnH2n-2 dan merupakan senyawa tidak jenuh dengan dua buah ikatan rangkap dua. Seperti halnya dengan senyawa olefin, senyawa ini tidak terdapat dalam minyak mentah tetapi terbentuk dalam proses rengkahan. Senyawa diolefin tidak stabil, sangat reaktif dan cenderung akan berpolimerisasi membentuk damar.
Contoh :
a. Butadiene (C4H6)
CH2 ══ CH ─ CH ══ CH
b. Pentadiene (C5H8)
CH2 ══ CH ─ CH2 ─ CH ══CH2
2.1.1.4 Senyawa Bukan Hidrokarbon
Menurut Hardjono, 2006, senyawa bukan hidrokarbon yang terdapat dalam minyak bumi dan produknya adalah senyawa organic yang mengandung unsur belerang, oksigen, nitrogen, dan logam-logam.
1. Senyawa Belerang
Kadar belerang dalam minyak mentah berkisar dari 0,04-6% berat. Senyawa belerang ini dapat menimbulkan beberapa kerugian, yaitu :
• Pencemaran udara
Pencemaran udara disebabkan oleh bau yang tidak enak pada senyawa belerang (titik didih rendah). Hidrogen sulfida (H2S), belerang dioksida (SO2), belerang monoksida (SO) yang merupakan hasil pembakaran yang tidak sempurna dari senyawa belerang. H2S juga sangat beracun.
• Korosi
Korosi yang disebabkan oleh kebanyakan senyawa belerang terutama terjadi pada suhu diatas 300°F. Korosi ini akan merusakkan alat-alat pengolahan dalam kilang minyak, khususnya alat-alat yang bekerja pada suhu tinggi.
• Menurunkan angka oktan bensin
Penurunan angka oktan bensin oleh senyawa belerang tergantung kepada jumlah dan tipe senyawa belerang. Penelitian menunjukan bahwa 0,1% belerang akan menurunkan angka oktan 0 sampai 2 satuan angka oktan.
• Meracuni katalis
Pada proses reforming katalitik untuk membuat nafta atau bensin dengan angka oktan yang tinggi, adanya belerang dalam umpan nafta atau bensin dapat meracuni katalis platina, sehingga kandungan belerang dalam umpan harus dibatasi serendah mungkin, maksimal 0,2 ppm.
2. Senyawa Oksigen
Kadar oksigen dalam minyak bumi bervariasi dari 0,1-2% berat. Hasil oksidasi yang tidak larut akan menyumbat pipa-pipa pada sistem perpipaan.
3. Senyawa Nitrogen
Kadar nitrogen dalam minyak bumi umumnya rendah, berkisar dari 0,1-2% berat. Minyak bumi yang mempunyai kadar belerang dan aspal yang tinggi, biasanya juga mempunyai kandungan nitrogen yang tinggi pula.
 Senyawa nitrogen terdapat dalam semua fraksi minyak bumi, tetapi konsentrasinya tergantung pada titik didihnya, semakin tinggi fraksi minyak bumi semakin besar konsentrasinya. Senyawa nitrogen dalam minyak bumi adalah seperti pirimidin, qinolin, indol, dan karbasol. Adapun kerugian yang diakibatkan karena adanya senyawa nitrogen dalam minyak bumi dan produknya adalah :
a. Menurunkan aktivitas katalis yang digunakan dalam proses perengkahan, reforming, polimerisasi, dan isomerisasi.
b. Kerosin yang semestinya jernih seperti air (water white) warnanya akan berubah menjadi kemerah-merahan kalau terkena matahari.
c. Nitrogen dalam bensin akan mempercepat pembentukan dammar dalam karburator.
d. Menyebabkan terjadinya endapan pada minyak bakar dalam penyimpanannya. 
4. Senyawa Logam 
Menurut Hardjono, 2006 Hampir semua logam terdapat dalam minyak bumi, tetapi karena jumlahnya sangat kecil yaitu sekitar 5-400 ppm, sehingga tidak menimbulkan permasalahan. Terkecuali beberapa logam yang jumlahnya kecil tetapi dapat bersifat racun terdapat beberapa katalis, seperti vanadium, arsen, besi, dan nikel. Disamping itu logam vanadium yang terdapat dalam minyak bakar dapat menyebabkan korosi turbin gas dan pipa-pipa pembangkit uap, merusak batu tahan api dinding dapur dan menurunkan mutu produk pecah belah dalam industri keramik. Logam-logam berat seperti vanadium, nikel, dan tembaga di dalam minyak bumi umumnya dianggap sebagai senyawa kompleks. Sedangkan logam garam anorganik yang dapat larut dalam air, seperti garam khlorida dan sulfat dari logam natrium, kalium, magnesium, terdapat dalam minyak bumi dalam keadaan terdispersi. Pada umumnya senyawa logam cenderung untuk berkumpul dalam fraksi residu.